Hachiko
Monogatari “A Dog’s Story from Japan”
(Aku Sayang Dia)
All
be there guys, sorry sorry udah lama gue enggak ngelanjutin blog. Yaudah lah
yah tanggepin positif aja. Disaat liburan seperti itu yaps enaknya ya TIDUR
walaupun tidur itu bikin gendut tapi tidur itu menyehatkan, kalau enggak tidur
kita gak bisa berkembang, nah makanya diliburan kaya gini harus tidur, semuanya
kalau elo gak mau tidur, yaudah yuk tidur bareng!
Kali
ini disini dan ditempat ini, diblog kece ini gue mau cerita sedikit tentang
kisah yang gak asing lagi buat dunia, yaitu “Hachiko Monogatari” anjing dari
Shibuya, Tokyo Japan. Check it out men.
Seorang Profesor setengah tua tinggal
sendirian di Kota Shibuya. Namanya Profesor Hidesamuro Ueno. Dia hanya ditemani
seekor anjing kesayangannya, Hachiko. Begitu akrab hubungan anjing dan tuannya
itu sehingga kemanapun pergi Hachiko selalu mengantar. Profesor itu setiap hari
berangkat mengajar di universitas selalu menggunakan kereta api.. Hachiko pun
setiap hari setia menemani Profesor sampai stasiun. Di stasiun Shibuya ini
Hachiko dengan setia menunggui tuannya pulang tanpa beranjak pergi sebelum sang
profesor kembali. Dan ketika Profesor Ueno kembali dari mengajar dengan kereta
api, dia selalu mendapati Hachiko sudah menunggu dengan setia di stasiun.
Begitu setiap hari yang dilakukan Hachiko tanpa pernah bosan.
(Sang Professor)
Musim dingin di Jepang tahun ini begitu parah. Semua tertutup salju. Udara yang dingin menusuk sampai ke tulang sumsum membuat warga kebanyakan enggan ke luar rumah dan lebih memilih tinggal dekat perapian yang hangat
Pagi
itu, seperti biasa sang Profesor berangkat mengajar ke kampus. Dia seorang
profesor yang sangat setia pada profesinya. Udara yang sangat dingin tidak
membuatnya malas untuk menempuh jarak yang jauh menuju kampus tempat ia mengajar.
Usia yang semakin senja dan tubuh yang semakin rapuh juga tidak membuat dia
beralasan untuk tetap tinggal di rumah. Begitu juga Hachiko, tumpukan salju
yang tebal dimana-mana tidak menyurutkan kesetiaan menemani tuannya berangkat
kerja. Dengan jaket tebal dan payung yang terbuka, Profesor Ueno berangkat ke stasun
Shibuya bersama Hachiko.
Tempat mengajar Profesor Ueno sebenarnya tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya. Tapi memang sudah menjadi kesukaan dan kebiasaan Profesor untuk naik kereta setiap berangkat maupun pulang dari universitas.
Tempat mengajar Profesor Ueno sebenarnya tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya. Tapi memang sudah menjadi kesukaan dan kebiasaan Profesor untuk naik kereta setiap berangkat maupun pulang dari universitas.
Kereta
api datang tepat waktu. Bunyi gemuruh disertai terompet panjang seakan sedikit
menghangatkan stasiun yang penuh dengan orang-orang yang sudah menunggu itu.
Seorang awak kereta yang sudah hafal dengan Profesor Ueno segera berteriak
akrab ketika kereta berhenti. Ya, hampir semua pegawai stasiun maupun pegawai
kereta kenal dengan Profesor Ueno dan anjingnya yang setia itu, Hachiko. Karena
memang sudah bertahun-tahun dia menjadi pelanggan setia kendaraan berbahan
bakar batu bara itu.
Setelah
mengelus dengan kasih sayang kepada anjingnya layaknya dua orang sahabat karib,
Profesor naik ke gerbong yang biasa ia tumpangi. Hachiko memandangi dari tepian
balkon ke arah menghilangnya profesor dalam kereta, seakan dia ingin
mengucapkan,” saya akan menunggu tuan kembali.”
“Anjing
manis, jangan pergi ke mana-mana ya, jangan pernah pergi sebelum tuan kamu ini
pulang!” teriak pegawai kereta setengah berkelakar.
Seakan
mengerti ucapan itu, Hachiko menyambut dengan suara agak keras,”guukh!”
Tidak berapa lama petugas balkon meniup peluit panjang, pertanda kereta segera berangkat. Hachiko pun tahu arti tiupan peluit panjang itu. Makanya dia seakan-akan bersiap melepas kepergian profesor tuannya dengan gonggongan ringan. Dan didahului semburan asap yang tebal, kereta pun berangkat. Getaran yang agak keras membuat salju-salju yang menempel di dedaunan sekitar stasiun sedikit berjatuhan.
Tidak berapa lama petugas balkon meniup peluit panjang, pertanda kereta segera berangkat. Hachiko pun tahu arti tiupan peluit panjang itu. Makanya dia seakan-akan bersiap melepas kepergian profesor tuannya dengan gonggongan ringan. Dan didahului semburan asap yang tebal, kereta pun berangkat. Getaran yang agak keras membuat salju-salju yang menempel di dedaunan sekitar stasiun sedikit berjatuhan.
Di
kampus, Profesor Ueno selain jadwal mengajar, dia juga ada tugas menyelesaikan
penelitian di laboratorium. Karena itu begitu selesai mengajar di kelas, dia
segera siap-siap memasuki lab untuk penelitianya. Udara yang sangat dingin di
luar menerpa Profesor yang kebetulah lewat koridor kampus.
Tiba-tiba
ia merasakan sesak sekali di dadanya. Seorang staf pengajar yang lain yang
melihat Profesor Ueno limbung segera memapahnya ke klinik kampus. Berawal dari
hal yang sederhana itu, tiba-tiba kampus jadi heboh karena Profesor Ueno
pingsan. Dokter yang memeriksanya menyatakan Profesor Ueno menderita penyakit
jantung, dan siang itu kambuh. Mereka berusaha menolong dan menyadarkan kembali
Profesor. Namun tampaknya usaha mereka sia-sia. Profesor Ueno meninggal dunia.
Segera kerabat Profesor dihubungi. Mereka datang ke kampus dan memutuskan membawa jenazah profesor ke kampung halaman mereka, bukan kembali ke rumah Profesor di Shibuya.
Segera kerabat Profesor dihubungi. Mereka datang ke kampus dan memutuskan membawa jenazah profesor ke kampung halaman mereka, bukan kembali ke rumah Profesor di Shibuya.
(Stasiun Shibuya, Tokyo Japan)
Menjelang
malam udara semakin dingin di stasiun Shibuya. Tapi Hachiko tetap bergeming
dengan menahan udara dingin dengan perasaan gelisah. Seharusnya Profesor Ueno
sudah kembali, pikirnya. Sambil mondar-mandir di sekitar balkon Hachiko mencoba
mengusir kegelisahannya. Beberapa orang yang ada di stasiun merasa iba dengan
kesetiaan anjing itu. Ada yang mendekat dan mencoba menghiburnya, namun tetap
saja tidak bisa menghilangkan kegelisahannya.
Malam
pun datang. Stasiun semakin sepi. Hachiko masih menunggu di situ. Untuk
menghangatkan badannya dia meringkuk di pojokan salah satu ruang tunggu. Sambil
sesekali melompat menuju balkon setiap kali ada kereta datang, mengharap
tuannya ada di antara para penumpang yang datang. Tapi selalu saja ia harus
kecewa, karena Profesor Ueno tidak pernah datang. Bahkan hingga esoknya, dua
hari kemu dian , dan berhari-hari berikutnya dia tidak pernah datang. Namun
Hachiko tetap menunggu dan menunggu di stasiun itu, mengharap tuannya kembali.
Tubuhnya pun mulai menjadi kurus.
Para
pegawai stasiun yang kasihan melihat Hachiko dan penasaran kenapa Profesor Ueno
tidak pernah kembali mencoba mencari tahu apa yang terjadi. Akhirnya didapat
kabar bahwa Profesor Ueno telah meninggal dunia, bahkan telah dimakamkan oleh
kerabatnya.
Mereka
pun berusaha memberi tahu Hachiko bahwa tuannya tak akan pernah kembali lagi
dan membujuk agar dia tidak perlu menunggu terus. Tetapi anjing itu seakan
tidak percaya, atau tidak peduli. Dia tetap menunggu dan menunggu tuannya di
stasiun itu, seakan dia yakin bahwa tuannya pasti akan kembali. Semakin hari
tubuhnya semakin kurus kering karena jarang makan.
Akhirnya
tersebarlah berita tentang seekor anjing yang setia terus menunggu tuannya
walaupun tuannya sudah meninggal. Warga pun banyak yang datang ingin
melihatnya. Banyak yang terharu. Bahkan sebagian sempat menitikkan air matanya
ketika melihat dengan mata kepala sendiri seekor anjing yang sedang meringkuk
di dekat pintu masuk menunggu tuannya yang sebenarnya tidak pernah akan
kembali. Mereka yang simpati itu ada yang memberi makanan, susu, bahkan selimut
agar tidak kedinginan.
Selama
9 tahun lebih, dia muncul di station setiap harinya pada pukul 3 sore, saat
dimana dia biasa menunggu kepulangan tuannya. Namun hari-hari itu adalah saat
dirinya tersiksa karena tuannya tidak kunjung tiba. Dan di suatu pagi, seorang
petugas kebersihan stasiun tergopoh-gopoh melapor kepada pegawai keamanan.
Sejenak kemu dian suasana menjadi ramai. Pegawai itu menemukan tubuh seekor
anjing yang sudah kaku meringkuk di pojokan ruang tunggu. Anjing itu sudah
menjadi mayat. Hachiko sudah mati. Kesetiaannya kepada sang tuannya pun terbawa
sampai mati.
Warga
yang mendengar kematian Hachiko segera berduyun-duyun ke stasiun Shibuya.
Mereka umumnya sudah tahu cerita tentang kesetiaan anjing itu. Mereka ingin
menghormati untuk yang terakhir kalinya. Menghormati sebuah arti kesetiaan yang
kadang justru langka terjadi pada manusia dan ditempat itu juga terdapat patung Hachiko Monogatari untuk mengingatnya sampai akhir khayat manusia nanti, berikut fotonya :
Mereka
begitu terkesan dan terharu. Untuk mengenang kesetiaan anjing itu mereka kemu
dian membuat sebuah patung di dekat stasiun Shibuya. Sampai sekarang taman di
sekitar patung itu sering dijadikan tempat untuk membuat janji bertemu. Karena masyarakat
di sana berharap ada kesetiaan seperti yang sudah dicontohkan oleh Hachiko saat
mereka harus menunggu maupun janji untuk datang. Akhirnya patung Hachiko pun
dijadikan symbol kesetiaan. “Kesetiaan
yang tulus, yang terbawa sampai mati” – Hachiko Monogatari
(Detik-Detik pemakaman Hachiko Monogatari)
(Tempat peristirahatan terakhir sang Akita)
BERIKUT
BIOGRAFI DARI ANJING KESAYANGAN KITA DAN ANJING YANG SETIA DIDUNIA.
Ras : Akita Inu
Jenis
Kelamin : Laki-laki / Jantan
Lahir
: 10 November 1923 Kota Odate
Mati
: 8 Maret 1935 Shibuya, Tokyo
Pemilik : Hidesaburō Ueno
Ini nih
ada videonya dibawah yuaaa :
Okay,
udahan dulu ah lain kali gue posting blog yang kece dan bermanfaat lagi, quote
gue : “Perasaan dan kesetiaan ada didalam diri kita untuk saling mencintai”.
SALAM IDIOT - @Alvinjw
0 komentar:
Posting Komentar